Padang Panjang (LN) -- Sebanyak 6 (enam) orang anggota Polres Padang Panjang yang menangani perkara Curanmor dengan LP/B/242/XII/2021/SPKT/Polres Padang Panjang tanggal 9 Desember 2021 lalu, Aipda. Fadly Adika dan kawan-kawan mengikuti sidang Kode Etik Profesi Polri, bertempat di Aula Polres Padang Panjang (13/12)
Diketahui sidang tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi (KEP) dan Komisi Kode Etik Kepolisian (KKEP) Negara Republik Indonesia.
Hasil dari putusan sidang KKEP di Polres Padang Panjang menyatakan bahwa terbukti secara SAH dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa sebagai anggota Polri tidak Professional, Proporsional, dan Prosedural dalam menangani Laporan Polisi No: LP/B/242/XII/2021/SPKT/Polres Padang Panjang tanggal 9 Desember 2021 tentang tindak pidana Pencurian Kendaraan Bermotor (Curanmor) yang dilakukan oleh dua anak di bawah umur.
Diduga kedua anak dibawah umur tersebut telah menjadi korban salah tangkap oleh anggota Polres Padang Panjang. Keduanya ditangkap dengan tuduhan Curanmor.
Korban mengaku mengalami penyiksaan, mulai dari pukulan, tendangan, sampai penyetruman. Dampak dari penyiksaan tersebut, gigi dari salah seorang korban mengalami patah. Bahkan anak di bawah umur tersebut mengalami pelecehan seksual, hingga disuruh memakan makanan binatang.
Atas dasar pelanggaran tersebut KKEP menjatuhkan sanksi yang bersifat etika yaitu :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela.
b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri.
c. Sanksi bersifat administrative dan rekomendasi dengan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari.
Adapun nama-nama oknum anggota Polri yang menerima sanksi atas putusan KKEP di Polres Padang Panjang sebagai berikut:
1. Aipda. Fadly Adika
2. Bripka. Tumpal Bonar Sinaga
3. Brigadir. Elman Candra Mendrofa, S.H.
4. Brigadir. Agung Naufali Yandi,S.H.
5. Briptu. Muhammad Iqbal
6. Bripda. Niko Fernanda Tinambunan
Demikian diputuskan pada Hari Jum’at tanggal 13 Desember 2024 di dalam sidang Polisi Kode Etik Polri oleh Kompol Eridal, S.H Jabatan Wakapolres Padang Panjang selaku Ketua Sidang Komisi Kode Etik Polri, didampingi oleh Kompol Yuhendri, S.H, Jabatan Kabag SDM Polres Padang Panjang selaku Wakil Ketua Sidang Komisi Kode Etik Polri, dan didampingi oleh AKP Witrizawati, S.H., M.H, Jabatan Kabag Ren Polres Padang Panjang, selaku anggota Komisi Kode Etik Polri.
Dengan dihadiri oleh Penuntut Ardimansyah Mt, S.H, Jabatan Ps Kanit Provos Sipropam Polres Padang Panjang. Pendamping terduga pelanggar AKP. Hendri Bintang, Jabatan Kasikum Polres Padang Panjang. Dan Sekretaris sidang KKEP Brigadir Siska Febriana, S.H, Jabatan Bintara Sipropam Polres Padang Panjang.
Ketua Komisi Tertanda Eridal, S.H Komisaris Polisi, Wakil Ketua Komisi selaku anggota tertanda Yuhendri, S.H Komisaris Polisi, Anggota Komisi Witrizawati, S.H., M.H Ajun Komisaris Polisi.
Sementara itu Penasehat Hukum (PH) tersangka yang diduga pelaku Curanmor terhadap anak di bawah umur, Fadhilah Tsani, S.H.I., M.S.H., CPM, mengutarakan rasa kecewa atas proses dan juga hasil putusan KKEP yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan yang seharusnya.
"Menurut hemat kami tidak memenuhi rasa keadilan yang seharusnya, baik dari pihak RF dan RK (anak di Bawah Umur yang diperiksa dalam perkara curanmor tersebut), maupun dari pihak keluarga sendiri. Sedangkan di dalam putusan KKEP para pelanggar sudah dinyatakan terbukti bersalah namun hukuman yang dijatuhkan sangat jauh dari rasa keadilan." ucap Tsani melalui pesan WhatsApp nya, Senin 23 Desember 2024.
Lanjutnya mengatakan, dari awal menerima surat hingga datang ke Polres kami sudah mencium adanya ketidaktransparanan proses sidang, yang mana kami hendak mengikuti persidangan hingga selesai namun dianjurkan untuk pulang saja oleh Ketua Komisi Sidang KKEP, sedangkan sidang sendiri terbuka untuk umum, kami juga meminta agar diberi waktu untuk anak bisa didampingi oleh pendamping anak dari Pekerja Sosial dari Dinas Sosial.
Namun Komisi tidak memberikan hak tersebut dan hanya menyampaikan agar mendengarkan saja bacaan BAP saksi dan kemudian bantah jika tidak sesuai, namun dalam prosesnya bukan BAP yang dibacakan melainkan hanya resume BAP saja, sehingga tidak semua pelanggaran Para Pelanggar yang terungkap dalam persidangan KKEP tersebut.
Hingga pada waktu akhir memberi keterangan saksi menyampaikan hal-hal pelanggaran lain yang dilakukan pelangar namun tidak dibacakan oleh penuntut, lalu Komisi menjawab bahwa itu semua sudah ada di BAP dan sudah dibaca oleh Komisi, padahal tidak dibacakan dalam ruang sidang.
Anak RK dan Anak RF yang masih trauma dengan tindakan polisi yang memeriksa mereka pada Maret 2023 lalu merasa tidak nyaman dengan keadaan dalam sidang, oleh sebab itu kami sebagai Penasihat Hukum meminta agar anak-anak korban tersebut didampingi oleh Pekerja Sosial dari Dinas Sosial, tentu saja hal tersebut membutuhkan waktu untuk proses pengurusan ke Dinas Sosial.
Sedangkan panggilan sidang baru diterima oleh klien kami pada hari Rabu 11 Desember 2024 sekira pukul 18.00 WIB, yang mana ini juga tidak sesuai dengan aturan Undang-undang sebagaimana pasal 19 ayat (5) Perkapolri 7/2022 tenang KEP dan KKEP Kepolisian Negara RI yang mana mengatur bahwa panggilan sidang selambat-lambatnya 3 hari kerja sebelum hari pemeriksaan, sehingga karena terlambatnya surat panggilan tersebut menjadikan klien kami juga kehilangan haknya untuk mendapatkan pendampingan Pekerja Sosial.
Dan pada saat proses sidang anak RK dan RF diperiksa sekira hampir 2 jam di ruang sidang, sedang untuk pemeriksaan Para Pelanggar dikatakan oleh Ketua KKEP akan diperiksa setelah sholat Jum'at tepatnya pukul 14.00 WIB dan sidang diskors hingga waktu tersebut, namun sayangnya ketika kami datang pukul 14.00 WIB, skors sidang dibuka sekira pukul 14.30 WIB dan Ketua Komisi menyatakan bahwa Para Pelanggar telah diperiksa setelah Sholat Jum'at dan agenda sidang langsung ke putusan, adalah hal yang sangat janggal atas 6 (enam) orang pelanggar diperiksa setelah sholat jum'at dan selesai sebelum pukul 2 siang, sedangkan untuk pemeriksaan saksi saja diproses hingga kurang lebih 2 jam, padahal diawal Ketua Komisi menyampaikan sidang di skors hingga pukul 14.00 WIB. Tentu kami baik dari pihak korban, keluarga dan juga pengunjung sidang lainnya merasa heran dan bertanya-tanya, kenapa prosesnya seperti itu.
Untuk pasal yang dipersangkakan kepada pelanggar menurut kami juga tidak sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan oleh Para Pelanggar, yang mana dalam proses penanganan perkara curanmor 2023 lalu Para Pelanggar juga diduga melakukan pelanggaran terhadap etika kemasyarakatan, yang mana menolak serta mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan dan juga laporan dan pengaduan masyarakat khususnya anak RK dan anak RF ketika proses penanganan perkara curanmor tahun 2023 lalu.
Pelanggar juga menyebarkan berita bohong dengan menyampaikan dalam Konferensi Pers bahwa tidak ada kekerasan yang terjadi di Polres Padang Panjang saat penangan perkara curanmor yang diduga dilakukan anak RK dan anak RF tersebut, pelanggar juga mengeluarkan ucapan dan tindakan sewenang-wenang kepada anak RK dan anak RF serta kepada keluarga dan Penasihat hukumnya.
Pelanggar juga melakukan pelecehan seksual kepada anak RF dan juga banyak pelanggaran HAM yang pelanggar lakukan bahkan pelanggar juga menyuruh anak RF memakan makanan binatang.
Bahwa menurut hemat kami pelanggaran yang dilakukan oleh para pelanggar merupakan pelanggaran KKEP kategori berat karena:
- Dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain
- Ada pemufakatan jahat
- Berdampak terhadap keluarga, masyarakat, institusi dan/atau negara yang menimbulkan akibat hukum;
- Menjadi perhatian publik
- Dan juga saat ini sedang dalam proses pemeriksaan terhadap dugaan tindak pidana penganiayaan yang juga diperiksa oleh Polres Padang Panjang yang hingga saat ini belum ada titik terangnya;
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2022. Berhubung dulu saat awal pemeriksaan curanmor, Polres Padang Panjang menyatakan dalam Konferensi Persnya, bahwasannya tidak ada kekerasan di Polres Padang Panjang dalam menangani perkara curanmor tersebut, sekarang sudah dinyatakan pelanggar memang melakukan kekerasan dan telah terbukti bersalah, namun hanya mendapatkan sanksi seperti itu, sedangkan anak-anak di bawah umur ini masih belum hilang traumanya hingga sekarang jelas Tsani.
Lanjut Tsani mengatakan, sedangkan dalam prosesnya, Laporan Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum anggota Polres Padang Panjang sudah cukup alat buktinya dan juga diakui dalam sidang Kode Etik, namun hingga saat ini proses penanganan dugaan Terperiksa Penganiayaan jalan ditempat dan tidak ada perkembangan sama sekali.
Berdasarkan Perkapolri KKEP seharusnya ada sanksi Demosi, dll. Bahkan dalam prosesnya tidak ada tampak rasa penyesalan dari para pelanggar oleh Anak yang menjadi korban serta Keluarga.
Padahal keluarga berharap para pelanggar itu diberi hukuman seberat-beratnya bahkan kalau bisa diberhentikan dari keanggotaan Polri karena anak korban beserta keluarga benar-benar takut dan trauma serta khawatir jika para pelanggar masih menjadi anggota Polri akan mengulang perbuatannya di kemudian hari.
Karena pelanggaran itu dilakukan bersama-sama dan sudah diakui oleh para pelanggar, itu sudah banyak melanggar Kode Etik, baik itu Etika Kepribadian, Etika Kenegaraan, Etika Kelembagaan, dan Etika dalam hubungan dengan masyarakat, tapi hanya dapat sanksi penempatan khusus dan disuruh minta maaf kepada pimpinan Polri, tanpa ada permintaan maaf kepada yang dirugikan (Anak yang menjadi Korban dan Keluarga).
Lebih lanjut Tsani juga menyampaikan, saya berharap kepada Polri khususnya di Jajaran Polres Padang Panjang bisa menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan arahan dan pesan yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Jendral TNI (Purn). Prabowo Subianto. Pada Apel Kasatwil Polri di Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah. Rabu 11 Desember 2024 lalu.
Diketahui beberapa Pesan Presiden kepada Kepolisian Republik Indonesia antara lain:
"Kepolisian Bertanggung Jawab atas Keamanan dengan Tegaknya Hukum, Menghilangkan segala bentuk Kriminalitas,"
"Pemimpin Bertanggung Jawab, menyelesaikan masalah dengan mencari solusinya, bukan mengalihkan tugas dan tanggung jawabnya."
"Untuk menegakkan penyimpangan-penyimpangan, maka Polri harus menjadi pembela kepentingan rakyat Indonesia."
"Menghadapi dinamika tantangan yang semakin kompleks, Polri terus meningkatkan kapasitas sebagai organisasi modern yang responsif dan adaptif agar mampu memberikan Perlindungan, Pengayoman dan Pelayanan serta penegakan hukum yang berkeadilan sesuai harapan masyarakat."
Pada acara Apel Kasatwil yang diikuti Kapolda dan Kapolres se Indonesia itu jelas pesan Presiden RI bahwasannya Hukum di Indonesia Harus ditegakkan Seadil-adilnya, berikan perlindungan serta rasa aman dan nyaman kepada masyarakat, dan jangan ada kriminalisasi terhadap rakyat.
Menyikapi pesan Presiden RI tersebut, jelas hasil putusan KKEP yang di gelar di Polres Padang Panjang pada 13 Desember 2024 kemarin, bisa dikatakan tidak menjalankan dan mengikuti instruksi serta arahan Presiden RI dan Kapolri dalam memberikan keadilan dan kenyamanan kepada masyarakat.
#sumber : gosumatera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar